عن
عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ثم يا رسول الله إن أمي افتلتت
نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah
datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh
ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara
mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw
menjawab : “Boleh” (Shahih Muslim hadits no.1004).
وفي
هذا الحديث أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء
وكذا أجمعوا على وصول الدعاء
Dan dalam hadits ini (hadits riwayat
shahih muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit bermanfaat bagi
mayit, dan pahalanya disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma
(sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa
doa” (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
Maka bila keluarga rumah duka
menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila
diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit, demikian kebanyakan orang orang yg
kematian, mereka menjamu tamu2 dengan sedekah yg pahalanya untuk si mayyit,
maka hal ini sunnah.
Mengenai makan dirumah duka, sungguh
Rasul saw telah melakukannya, dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadziy :
mayi� �
a ��� @�� disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma
(sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa
doa” (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
0� �
< : ��� @�� /span>
Maka bila keluarga rumah duka
menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila
diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit, demikian kebanyakan orang orang yg
kematian, mereka menjamu tamu2 dengan sedekah yg pahalanya untuk si mayyit,
maka hal ini sunnah.
Mengenai makan dirumah duka, sungguh
Rasul saw telah melakukannya, dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadziy :
mayi� �
a ��� @�� disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma
(sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa
doa” (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
0� �
< : ��� @�� /span>
حديث
عاصم بن كليب الذي رواه أبو داود في سننه بسند صحيح عنه عن أبيه عن رجل من الأنصار
قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة فرأيت رسول الله صلى الله
عليه وسلم وهو على القبر يوصي لحافرا أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه فلما رجع
استقبله داعي امرأته فأجاب ونحن معه فجيء بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا
الحديث رواه أبو داود والبيهقي في دلائل النبوة هكذا في المشكاة في باب المعجزات
فقوله فلما رجع استقبله داعي امرأته الخ نص صريح في أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم أجاب دعوة أهل البيت واجتمع هو وأصحابه بعد دفنه وأكلوا
“riwayat Hadits riwayat Ashim bin
Kulaib ra yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya dengan sanad shahih,
dari ayahnya, dari seorang lelaki anshar, berkata : kami keluar bersama Rasul
saw dalam suatu penguburan jenazah, lalu kulihat Rasul saw memerintahkan pada
penggali kubur untuk memperlebar dari arah kaki dan dari arah kepala, ketika
selesai maka datanglah seorang utusan istri almarhum, mengundang Nabi saw untuk
bertandang kerumahnya, lalu Rasul saw menerima undangannya dan kami bersamanya,
lalu dihidangkan makanan, lalu Rasul saw menaruh tangannya saw di makanan itu
kamipun menaruh tangan kami dimakanan itu lalu kesemuanyapun makan. Riwayat Abu
Dawud dan Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah, demikian pula diriwayatkan dalam AL
Misykaah, di Bab Mukjizat, dikatakan bahwa ketika beliau saw akan pulang maka
datanglah utusan istri almarhum.. dan hal ini merupakan Nash yg jelas bahwa
Rasulullah saw mendatangi undangan keluarga duka, dan berkumpul bersama sahabat
beliau saw setelah penguburan dan makan”.
(Tuhfatul Ahwadziy Juz 4 hal 67).
Lalu mana dalilnya yg mengharamkan
makan dirumah duka?
Mengenai ucapan para Imam itu, yg
dimaksud adalah membuat jamuan khusus untuk mendatangkan tamu yg banyak, dan
mereka tak mengharamkan itu :
1. Ucapan Imam nawawi yg anda jelaskan itu, beliau mengatakannya tidak disukai
(ghairu Mustahibbah), bukan haram, tapi orang wahabi mencapnya haram padahal
Imam Nawawi mengatakan ghairu mustahibbah, berarti bukan hal yg dicintai, ini
berarti hukumnya mubah, dan tidak sampai makruh apalagi haram.
2. Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy
menjelaskan adalah :
من
جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة
“mereka yg keluarga duka yg membuat makanan demi mengundang orang adalah hal
Bid’ah Munkarah yg makruh” (bukan haram)
semoga anda mengerti bahasa, bahwa jauh beda dengan rumah duka yg menyuguhkan
makanan untuk tamu yg mengucapkan bela sungkawa, jauh berbeda dengan membuat
makanan demi mengundang orang agar datang, yg dilarang (Makruh) adalah membuat
makanan untuk mengundang orang agar datang dan meramaikan rumah.
Entahlah para wahabi itu bodoh dalam
bahasa atau memang sengaja menyelewengkan makna, sebab keduanya sering mereka
lakukan, yaitu bodoh atas syariah dan menyelewengkan makna.
3. Ucapan Imam Ibnu Abidin Al-Hanafy
menjelaskan “Ittikhadzuddhiyafah”, ini maknanya “membuat perjamuan besar”,
misalnya begini : Bupati menjadikan selamatan kemenangannya dalam pilkada
dengan “Ittikhadzuddhiyafah” yaitu mengadakan perjamuan. Inilah yg dikatakan
Makruh oleh Imam Ibn Abidin dan beliau tak mengatakannya haram, Inilah dangkalnya
pemahaman orang orang wahabi yg membuat kebenaran diselewengkan.
4. Imam Ad-Dasuqi Al-Maliki berkata
berkumpulnya orang dalam hidangan makan makan dirumah mayit hukumnya Bid’ah yg
makruh. (Bukan haram tentunya), dan maksudnya pun sama dg ucapan diatas, yaitu
mengumpulkan orang dengan jamuan makanan, namun beliau mengatakannya makruh,
tidak sampai mengharamkannya.
5. Syaikh An-Nawawi Al-Banteni
rahimahullah menjelaskan adat istiadat baru berupa “Wahsyah” yaitu adat
berkumpul dimalam pertama saat mayyit wafat dengan hidangan makanan macam
macam, hal ini makruh, (bukan haram).
dan mengenai ucapan secara
keseluruhan, yg dimaksud makruh adalah sengaja membuat acara “jamuan makan”
demi mengundang tamu tamu, ini yg ikhtilaf ulama antara mubah dan makruh, tapi
kalau justru diniatkan sedekah dengan pahalanya untuk mayyit maka justru Nash
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diatas telah memperbolehkannya bahkan sunnah.
Dan tentunya bila mereka (keluarga
mayyit) meniatkan untuk sedekah yg pahalanya untuk mereka sendiripun maka tak
ada pula yg memakruhkannya.
Sebagaimana Rasul saw makan pula,
karena asal dari pelarangan adalah memberatkan mayyit, namun masa kini bila
anda hadir jenazah lalu mereka hidangkan makanan dan anda katakan haram
(padahal hukumnya makruh) maka hal itu malah menghina dan membuat sedih
keluarga yg wafat,
lihat Akhlak Rasulullah saw, beliau
tahu bahwa pembuatan makan makan di rumah duka adalah hal yg memberatkan
keluarga duka, namun beliau mendatangi undangan istri almarhum dan makan
bersama sahabatnya,
kenapa?, tak mau mengecewakan keluarga duka, justru datang dan makan itu bila
akan menghibur mereka maka perbuatlah!, itu sunnah Muhammad saw.
Yg lebih baik adalah datang dan
makan tanpa bermuka masam dan merengut sambil berkata haram..haram… dirumah
duka (padahal makruh), tapi bawalah uang atau hadiah untuk membantu mereka.
Sekali lagi saya jelaskan bahwa asal
muasal pemakruhan adalah jika menyusahkan dan memberatkan mayyit, maka
memberatkan dan menyusahkan mereka itulah yg makruh,
dan pelarangan / pengharaman untuk
tak menghidangkan makanan dirumah duka adalah menambah kesedihan si mayyit,
bagaimana tidak?, bila keluarga anda wafat lalu anda melihat orang banyak
datang maka anda tak suguhkan apa2..?, datang dari Luar kota misalnya, dari
bandara atau dari stasion luar kota datang dg lelah dan peluh demi hadir
jenazah, lalu mereka dibiarkan tanpa seteguk airpun..???, tentunya hal ini
sangat berat bagi mereka, dan akan sangat membuat mereka malu.
Selama hal ini ada riwayat Rasul saw
memakannya dan mendatangi undangan istri almarhum dan makan bersama sahabatnya,
maka kita haram berfatwa mengharamkannya karena bertentangan dg sunnah Nabi
saw, karena hal itu diperbuat oleh Rasul saw, namun kembali pada pokok
permasalahan yaitu jangan memberatkan keluarga duka, bila memberatkannya maka
makruh, dan jangan sok berfatwa bahwa hal itu haram.
semestinya
orang yg berhati suci dan menginginkan kebangkitan sunnah, mereka mengajak
untuk bersedekah pada keluarga duka bila ada yg wafat di wilayahnya, namun
sebagian dari kita ini bukan menghibur mereka yg kematian, malah mengangkat
suara dg fatwa caci maki kepada muslimin yg ditimpa duka agar jangan memberi
makan apa apa untuk tamunya, mereka sudah sedih dengan kematian maka ditambah
harus bermuka tembok pula pada tamu tamunya tanpa menyuguhkan apapun, lalu
fatwa makruh mereka rubah menjadi haram, jelas bertentangan dengan ucapan
mereka sendiri yg berhujjah bahwa agama ini mudah, dan jangan dipersulit
ndFragm� �
-
��� @��
mayi� �
a ��� @�� disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma
(sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa
doa” (syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 7 hal 90)
0� �
< : ��� @�� /span>
Inilah dangkalnya pemahaman sebagian
saudara saudara kita, mereka ribut mengharamkan hal hal yg makruh dan melupakan
hal hal yg haram, yaitu menyakiti hati orang yg ditimpa duka.
Demikian saudaraku yg kumuliakan,
semoga dalam kebahagiaan selalu,
mengenai ucapan Imam Nawawi itu
makruh, mereka merubahnya menjadi haram, entah karena bodohnya atau karena
liciknya, atau karena kedua duanya,
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a’lam